Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Wonderful Stories’ Category

Allah SWT. Berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 125: “Dan ingatlah ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, i’tikaf, ruku, dan sujud.” Kemudian Allah SWT berfirman lagi pada ayat 127 surat Al Baqarah: “Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan dasar-dasar Baitullah bersama Ismail seraya berdoa:”Ya Tuhan Kami terimalah dari pada kami amalan kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Dari kedua ayat ini dapat kita ambil penjelasan bahwa yang pertama sekali menegakkan dinding Ka’bah yang suci sebagai tempat beribadah bagi manusia adalah nabi Ibrahim dan anak sulung beliau yang bernama nabi Ismail.

Akan tetapi, menurut beberapa hadits sebenarnya lantai dasar Ka’bah (fundasi Ka’bah) telah ada jauh sebelum manusia dikirim Allah SWT. ke dunia ini. Fundasi ini dibangun oleh para malaikat yang diutuskan Allah ke dunia ini. Kemudian tempat ini juga digunakan oleh nabi Adam AS., istri beliau, Hawa, serta anak cucu beliau semuanya untuk beribadah kepada Allah. Hanya saja dinding yang kokoh dari fundasi ini dibangun oleh nabi Ibrahim AS. dan nabi Ismail AS..

Dengan demikian Ka’bah adalah sebuah rumah kuno (Baitul ‘Atiq) yang pertama sekali dibangun di dunia ini sebagai tempat beribadat menyembah Allah SWT..

Beberapa orang Orientalis membantah keberadaan Ka’bah sebagai tempat ibadah yang menyembah Tuhan Yang Tunggal menurut ajaran nabi Ibrahim, dengan alasan di sekitar Ka’bah belakangan penuh dengan berhala dan manusia yang mengabdikan diri kepada berhala-berhala tersebut. Padahal kehadiran berhala-berhala tersebut terjadi setelah wafatnya nabi Ibrahim dan nabi Ismail. Apalagi pada abad-abad tersebut memang terbukti telah datang nabi-nabi lain di sekitar Arabia yang juga menyeru pada Tuhan Yang Tunggal.

Nabi-nabi tersebut adalah Hud AS. diutus kepada kaum ‘Ad yang tinggal di utara Hadhralmaut, juga nabi Shaleh AS. yang diutus pada kaum Tsamud yang tinggal di daerah Hijr antara Hijaz dan Syam. Kemudian nabi Syu’aib yang diutus kepada bangsa Madyan, di daerah Hijaz, dekat Jordania sekarang. Para utusan ini seharusnya juga menjadi bukti bahwa di daerah jazirah Arab memang pernah bertubi-tubi disebarkan ajaran tauhid. Dan, seandainya tersebar kembali ajaran kemusyrikan sesudah mereka, tidaklah berarti ajaran agama tauhid tidak pernah wujud disitu.

Ka’bah Sebagai Pusat peribadatan

Secara turun temurun Ka’bah tetap berfungsi sebagai pusat peribadatan bangsa Arab, baik mereka yang menyembah Tuhan yang Tunggal ataupun mereka yang sudah terpengaruh dengan agama musyrik. Sedangkan orang yang mendapat kehormatan sebagai penjaga ka’bah adalah mereka yang memang terpandang dari segi keturunan, harta, akhlak dan prilaku dalam keseharian.

Jabatan menjaga ka’bah tetap dipegang nabi ismail dan keturunan beliau dari suku Jurhum selama berabad-abad. Meskipun Mekkah pernah dikuasai oleh bangsa Amalekit, akan tetapi penguasaan atas Ka’bah tidak pernah bergeser dari keturunan Nabi Ismail AS. Sampai sekitar pertengahan abad kelima, pimpinan Quraisy bernama Qushay telah memegang jabatan penting dalam masyarakatnya, termasuk jabatan mengurus Ka’bah ini.

Ada beberapa jabatan penting kala itu, antara lain: hijaba, yaitu penjaga pintu Ka’bah, Siqaya, pemberi minum para penziarah ka’bah,Rifada, memberi makanan kepada penziarah, Nadwa, pimpinan rapat besar kaum Quraisy, Liwa’, penancap bendaera perang, dan Qiyada, yaitu pimpinan pasukan perang. Pada abad kelima semua jabatan ini pernah dipegang oleh Qushay seorang diri. Qushay ini adalah nenek nabi Muhammad SAW pada generasi kelima. Lengkapnya Muhammad bin Abdullah,bin Abdul Muthallib, bin Hasyim,bin Abdi manaf, bin Qushay.

Kelak jabatan ini dibagi dua antara keturunan Abdi Manaf dengan Abdid- Dar sampai datangnya Islam.

Ka’bah akhirnya menjadi kiblat umat Islam dalam menjalankan ibadah sholat sehari-hari. Meskipun ketika dikuasai kaum Kuffar bertaburan patung-patung sesembahan mereka di dalam dan diluar Ka’bah, namun kaum muslimin saat itu tetap menjadikan Ka’bah sebagai kiblat dalam sholat.

Pernah kiblat berpindah menghadap Baitul Maqdis di Palestina saat nabi telah hijrah ke Palestina selama 16 atau 17 bulan, namun, kemudian atas perintah Allah dalam al Qur’an surat Al Baqarah ayat 144, kiblat kembali di arahkan ke ka’bah yang suci ini.

Akhirnya, setelah Islam menguasai Ka’bah seluruh patung-patung kaum musyrikin dibersihkan dari sana. Dan sejak itu secara abadi, Ka’bah menjadi kiblat umat Islam sedunia. Sampai-sampai mayat kaum muslimin dalam kuburpun dibaringkan menghadap kepadanya.

Read Full Post »

Khalifah Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu memiliki kegemaran melakukan ronda malam sendirian untuk melihat langsung kondisi rakyatnya. Sepanjang malam ia memeriksa keadaan rakyatnya secara langsung dari dekat.

Ketika melewati sebuah gubuk, khalifah merasa curiga melihat lampu yang masih menyala. Di dalamnya terdengar suara orang berbisik-bisik. Khalifah Umar menghentikan langkahnya. Ia penasaran ingin tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Dari balik bilik Khalifah Umar mengintipnya. Tampaklah seorang ibu dan anak perempuannya sedang sibuk mewadahi susu.

“Bu, kita hanya mendapat beberapa kaleng hari ini,” kata anak perempuan itu. “Mungkin karena musim kemarau, air susu kambing kita jadi sedikit.”

“Benar anakku,” kata ibunya.

“Tapi jika padang rumput mulai menghijau lagi pasti kambing-kambing kita akan gemuk. Kita bisa memerah susu sangat banyak,” harap anaknya.

“Hmm…, sejak ayahmu meninggal penghasilan kita sangat menurun. Bahkan dari hari ke hari rasanya semakin berat saja. Aku khawatir kita akan kelaparan,” kata ibunya. Anak perempuan itu terdiam. Tangannya sibuk membereskan kaleng-kaleng yang sudah terisi susu. “Nak,” bisik ibunya seraya mendekat. “Kita campur saja susu itu dengan air. Supaya penghasilan kita cepat bertambah.”

Anak perempuan itu tercengang. Ditatapnya wajah ibu yang keriput. Ah, wajah iu begitu lelah dan letih menghadapi tekanan yang amat berat. Ada rasa sayang yang begitu besar di hatinya. Namun, ia segera menolak keinginan ibunya. “Tidak, Bu!” katanya cepat. “Khalifah melarang keras semua penjual susu mencampur susu dengan air.” Ia teringat sanksi yang akan dijatuhkan kepada siapa saja yang berbuat curang kepada pembeli.

“Ah! Kenapa kau dengarkan Khalifah itu? Setiap hari kita selalu miskin dan tidak akan berubah kalau tidak melakukan sesuatu,” gerutu ibunya kesal.

“Ibu, hanya karena kita ingin mendapat keuntungan yang besar, lalu kita berlaku curang pada pembeli?”

“Tapi tidak akan ada yang tahu kita mencampur dengan air! Tengah malam begini tak ada yang berani keluar. Khalifah Umar pun tidak akan tahu perbuatan kita,” kata ibunya tetap memaksa. “Ayolah, Nak, mumpung tengah malam. Tak ada yang melihat kita!”

“Bu, meskipun tidak ada seorang pun yang melihat dan mengetahui kita mencampur susu dengan air, tapi Allah tetap melihat. Allah pasti mengetahui segala perbuatan kita serapi apapun kita menyembunyikannya,” tegas anak itu. Ibunya hanya menarik nafas panjang. Sungguh kecewa hatinya mendengar anaknya tak mau menuruti suruhannya. Namun, jauh di lubuk hatinya ia begitu kagum akan kejujuran anaknya.

“Aku tidak mau melakukan ketidakjujuran pada waktu ramai maupun sunyi. Aku yakin, Allah tetap selalu mengawasi apa yang kita lakukan setiap saat,” kata anak itu. Tanpa berkata apa-apa, ibunya pergi ke kamar. Sedangkan anak perempuannya menyelesaikan pekerjaannya hingga beres. Di luar bilik, Khalifah Umar tersenyum kagum akan kejujuran anak perempuan itu.

“Sudah sepantasnya ia mendapatkan hadiah!” gumam Khalifah Umar. Dia beranjak meninggalkan gubuk itu kemudian ia cepat-cepat pulang ke rumahnya.

***

Keesokan paginya, Khalifah Umar memanggil putranya, Ashim bin Umar. Diceritakannya tentang gadis jujur penjual susu itu.

“Anakku menikahlah dengan gadis itu. Ayah menyukai kejujurannya,” kata Khalifah Umar. “Di zaman sekarang, jarang sekali kita jumpai gadis jujur seperti dia. Ia bukan takut pada manusia. Tapi takut pada Allah yang MahaMelihat.” Ashim bin Umar menyetujuinya.

Beberapa hari kemudian Ashim melamar gadis itu. Betapa terkejut ibu dan anak perempuan itu dengan kedatangan putra khalifah. Mereka mengkhawatirkan akan ditangkap karena suatu kesalahan.

“Tuan saya dan anak saya tidak pernah melakukan kecurangan dalam menjual susu. Tuan jangan tangkap kami…,” sahut ibu tua ketakutan.

Putra khalifah hanya tersenyum. Lalu mengutarakan maksud kedatangannya hendak menyunting anak gadisnya. “Bagaimana mungkin? Tuan adalah seorang putra khalifah, tidak selayaknya menikahi gadis miskin seperti anakku?” tanya ibu dengan perasaan ragu.

“Khalifah adalah orang yang tidak membedakan manusia. Sebab, hanya ketakwaanlah yang meninggikan derajat seseorang di sisi Allah,” kata Ashim sambil tersenyum.

“Ya. Aku lihat anakmu sangat jujur,” kata Khalifah Umar. Anak gadis itu saling berpandangan dengan ibunya. Bagaimana khlaifah tahu? Bukankah selama ini ia belum pernah mengenal mereka. “Setiap malam aku suka berkeliling memeriksa rakyatku. Malam itu aku mendengar pembicaraan kalian…,” jelas Khalifah Umar.

Ibu itu bahagia sekali. Khalifah Umar ternyata sangat bijaksana dengan menilai seseorang bukan dari kekayaan tapi dari kejujurannya. Sesudah Ashim menikah dnegan gadis itu, kehidupan mereka sangat bahagia dan membahagiakan kedua orangtuanya dengan penuh kasih sayang. Beberapa tahun kemudian mereka dikaruniai anak dan cucu yang kelak menjadi orang besar dan memimpin bangsa Arab, yakni Umar bin Abdul Aziz.

Read Full Post »